Sabtu, 27 Oktober 2018

Sistem Jual Beli Dan Istilah Transaksi Dalam Islam


SISTEM JUAL BELI DAN ISTILAH TRANSAKSI DALAM ISLAM

DOSEN PEMBIMBING :
Dr.Ir.Anwar,ST.,MT,.M.Ag,.IPU

 

DISUSUN OLEH :

MUNAWWAROH DAULAY            (170130002)
   NUR AZLINA                                 (170130009)
  MURSALIN                                      (170130005)





FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
2018









KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat ilahi rabbi atas segala limpahan rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan segenap kemampuan penulis .
Makalah ini dibuat untuk dengan tujuan  memenuhi  tugas mata kuliah AGAMA ISLAM II .Selain itu dengan disusunnya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan khususnya penulis.
Dengan dibuat makalh ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing ,yaitu bapak Dr.Ir.Anwar,ST,.MT,.m.Ag,.IPU yang telah mengajari  dan membimbing penulis dalam mata kuliah AGAMA ISLAM II sehingga penulis mampu mempelajari mata kuliah dengan baik.
Penulis berharap makalah ini bias bermanfaat baik dalam mencari informasi  atau sebagai acuan dalam menyusun makalah atau tema-tema lainnya.
Makalah ini disusun jauh dari kesempurnaan,penulis minta maaf atas segala kekurangan dalamsegi penyusunan maupun isinya.Oleh Karena itu,penulis terbuka untuk menerima kritik ,saran,serta masukan yag bersifat membangun demi menyempurnakan makalah ini.





Bukit Indah ,20 februari 2018
Penyusun










BAB I PENDAHULUAN
    A.   Latar Belakang
Atas dasar pemenuhan kebutuhan sehari-hari ,maka terjadilah suatu kegiatan yang dinamakan jual beli.Jual beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan sesuatu ,sedang menurut syara, artinya menukar harta dengan harta menurut cara-cara tertentu (aqad).Sedangkan riba yaitu memiliki sejarah yang sangat panjang dan prakteknya sudah dimulai smenjak bangsa Yahudi sampai masa Jahiliyah sebelum Islam dan awal-awal masa ke-Islaman .Padahal semua agama Samawi mengharamkan riba karena tidak ada kemaslahatan sedikit pun dalam kehidupan bermasyarakat .


     B.     Rumusan Masalah
a)      Pengertian jual beli
b)      Hukum,rukun dan syarat sah jual beli
c)      Landasan hukum jual beli
d)     Istilah transaksi dalam islam

       C.  Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pembahasan yang akan di capai dalam makalah in antara lain:
a)      Mahasiswa mampu memahami pengertian,hokum,rukun,dan syarat jual beli
b)      Mahasiswa mampu macam-macam jual beli
c)      Mahasiswa mampu memahami makna yang terkandung dalam jual beli











BAB II PEMBAHASAN

     A.    Pengertian Jual Beli
Jual beli menurut bahasa artinya pertukaran atau saling menukar. Sedangkan menurut pengertian fikih, jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain  dengan rukun dan syarat tertentu. Jual beli juga dapat diartikan menukar uang dengan barang yang diinginkan sesuai dengan rukun dan syarat tertentu. Setelah jual beli dilakukan secara sah, barang yang dijual menjadi milik pembeli sedangkan uang yang dibayarkan pembeli sebagai pengganti harga barang, menjadi milik penjual.
Suatu ketika Rasulullah Muhammad SAW ditanya oleh seorang sahabat tentang pekerjaan yang paling baik. Beliau menjawab, pekerjaan terbaik adalah pekerjaan yang dilakukan dengan tangannya sendiri dan jual beli yang dilakukan dengan baik.
Pada masa sekarang, cara melakukan jual beli mengalami perkembangan. Di pasar swalayan ataupun mall, para pembeli dapat memilih dan mengambil barang yang dibutuhkan tanpa berhadapan dengan penjual. Pernyataan penjual (ijab) diwujudkan dalam daftar harga barang atau label harga pada barang yang dijual sedangkan pernyataan pembeli (kabul) berupa tindakan pembeli membayar barang-barang yang diambilnya.


B. Hukum Jual Beli 
Hukum jual beli ada 4 macam, yaitu:

1.      Mubah (boleh), merupakan hukum asal jual beli;
2.      Wajib, apabila menjual merupakan keharusan, misalnya menjual barang untuk membayar hutang;
3.      Sunah, misalnya menjual barang  kepada sahabat atau orang yang sangat memerlukan barang yang dijual
4.      ;Haram, misalnya menjual barang yang dilarang untuk diperjualbelikan. Menjual barang untuk maksiat, jual beli untuk menyakiti seseorang, jual beli untuk merusak harga pasar, dan jual beli dengan tujuan merusak ketentraman masyarakat.
Jual beli sudah ada sejak dulu, meskipun bentuknya berbeda. Jual beli  juga dibenarkan dan berlaku sejak zaman Rasulullah Muhammad SAW sampai sekarang. Jual beli mengalami perkembangan seiring pemikiran dan pemenuhan kebutuhan manusia. Jual beli yang ada di masyarakat di antaranya adalah:
1.      jual beli barter (tukar menukar barang dengan barang);
2.       money charger (pertukaran mata uang);
3.       jual beli kontan (langsung dibayar tunai);
4.       jual beli dengan cara mengangsur (kredit)
5.       jual beli dengan cara lelang (ditawarkan kepada masyarakat umum untuk mendapat harga tertinggi).

      C. Rukun Jual Beli
Jual beli dinyatakan  sah apabila memenuhi rukun dan syarat jual beli. Rukun jual beli berarti sesuatu yang harus ada dalam jual beli. Apabila salah satu rukun jual beli tidak terpenuhi, maka jual beli tidak dapat dilakukan. Menurut sebagian besar  ulama, rukun jual beli ada empat macam, yaitu:
1.      Penjual dan pembeli
2.      Benda yang dijual
3.      Alat tukar yang sah (uang)
4.      Ijab Kabul
Ijab adalah perkataan penjual dalam menawarkan barang dagangan, misalnya: “Saya jual barang ini seharga Rp 5.000,00”.  Sedangkan kabul adalah perkataan pembeli dalam menerima jual beli, misalnya: “Saya beli barang itu seharga Rp 5.000,00”.  Imam Nawawi berpendapat, bahwa ijab dan kabul tidak harus diucapkan, tetapi menurut adat kebiasaan yang sudah berlaku. Hal ini sangat sesuai dengan transaksi jual beli yang terjadi saat ini di pasar swalayan. Pembeli cukup mengambil barang yang diperlukan kemudian dibawa ke kasir untuk dibayar.

      D.  Syarat sah jual beli
Jual beli dikatakan sah, apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Persyaratan itu untuk menghindari timbulnya perselisihan antara penjual dan pembeli akibat adanya kecurangan dalam jual beli. Bentuk kecurangan dalam jual beli misalnya dengan mengurangi timbangan, mencampur barang yang berkualitas baik dengan barang yang berkualitas lebih rendah  kemudian dijual dengan harga barang yang berkualitas baik. Rasulullah Muhammad SAW melarang jual beli yang mengandung unsur tipuan. Oleh karena itu seorang pedagang dituntut untuk berlaku jujur dalam menjual dagangannya. Adapun syarat sah jual beli adalah sebagai berikut:
1.      Barang yang di perjual belikan adalah barang yang halal
2.      Dilarang menjual barang yang tidak sesuai dengan barang yang di promosikan
3.      Objek atau barang yang di perjual belikan harus benar-benar ada
4.      Pengiriman barang harus jelas waktu dan tempatnya
5.      Pelaku jual beli harus sama-sama rela dalam melakukan jual beli
6.      Pelaku jual beli memiliki kompetensi didalam jual beli

     E.  Landasan Hukum Jual Beli
Islam telah mensyariatkan jual beli dengan dalil yang berasal dari A;-Qur’an, sunnah, ijma’ dan qiyas (analogi).
Dalil Al Qur’an    Allah ta’ala berfirman,

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“… padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al Baqarah: 275)
Dalil Sunnah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, profesi apakah yang paling baik? Maka beliau menjawab, bahwa profesi terbaik yang dikerjakan oleh manusia adalah segala pekerjaan yang dilakukan dengan kedua tangannya dan transaksi jual beli yang dilakukannya tanpa melanggar batasan-batasan syariat. (Hadits shahih dengan banyaknya riwayat, diriwayatkan Al Bazzzar 2/83, Hakim 2/10; dinukil dari Taudhihul Ahkam 4/218-219).
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
“Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, sama beratnya dan langsung diserahterimakan. Apabila berlainan jenis, maka juallah sesuka kalian namun harus langsung diserahterimakan/secara kontan” (HR. Muslim: 2970)

Dalil Ijma’
Kebutuhan manusia untuk mengadakan transaksi jual beli sangat urgen, dengan transaksi jual beli seseorang mampu untuk memiliki barang orang lain yang diinginkan tanpa melanggar batasan syariat. Oleh karena itu, praktek jual beli yang dilakukan manusia semenjak masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga saat ini menunjukkan bahwa umat telah sepakat akan disyariatkannya jual beli (Fiqhus Sunnah,3/46).
Dalil Qiyas
Kebutuhan manusia menuntut adanya jual beli, karena seseorang sangat membutuhkan sesuatu yang dimiliki orang lain baik, itu berupa barang atau uang, dan hal itu dapat diperoleh setelah menyerahkan timbal balik berupa kompensasi. Dengan demikian, terkandung hikmah dalam pensyariatan jual beli bagi manusia, yaitu sebagai sarana demi tercapainya suatu keinginan yang diharapkan oleh manusia (Al Mulakhos Al Fiqhy, 2/8).
  
     F.  Prinsip-Prinsip dalam Jual Beli

1.      Larangan menawar barang yang sedang diitawar oleh orang lain.
Salah satu hikmah larangan menawar barang yang sedang ditawar oleh orang lain adalah  untuk menghindari munculnya kekecewaan (gelo), perkelahian dan pertentangan di antara sesama. Sebab orang yang menawar (membeli) suatu barang umumnya dilatarbelakangi oleh keinginan untuk memiliki dan kebutuhkannya terhadap barang tersebut. Namun karena diambil oleh pihak lain (pada saat terjadinya tawar menawar), menyebabkan hal tersebut tidak didapatkannya. Akibatnya, muncul rasa kecewa, marah, bahkan kebencian di antara mereka.
2.      Sesuatu yang diperjual belikan adalah sesuatu yang mubah (boleh) dan bukan sesuatu yang diharamkan
Contoh-contoh jual beli yang termasuk kategori ini misalnya; jual beli babi, anjing, bangkai,  khamar dan lainnya. Hal ini dijelaskan dalam al-Qur’an dan hadis Nabi saw., antara lain:
يَآيُّهَاالَّذِيْنَ آمَنُوْا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ والأَنْصَابُ والأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. – المائدة: 90
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras (khamar), berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntunga”. (QS. Al-Ma’idah: 90)


3.      Menghindari praktek perjudian dalam sistem jual beli
Pada saat ini, praktek perjudian (maisir) dalam sistem jual beli semakin banyak ditemukan, baik di pasar-pasar tradisional maupun pasar-pasar moderen seperti di mall-mall besarr. Teknik dan stateginyapun semakin beragam, bahkan dengan menggunakan peralatan canggih – seperti komputer dan mesin-mesin judi. Sebagian penjual ada yang menjual barang dagangannya dengan cara melemparkan batu, gelang dan sejenisnya, atau dengan memasukkan coin dalam mesin yang sudah disiapkan. Jika barang yang dilempar tersebut kena atau gelangnya masuk dalam barang yang diinginkan, maka barang tersebut bisa menjadi milik si pembeli. Namun jika sebaliknya, maka si pembeli kehilangan uangnya tanpa mendapatkan barang yang diinginkan.

       G.  Keutamaan jual beli yang mabrur
Di antara keutamaan atau nilau plus yang terdapat dalam praktek jua beli antara lain;
1.      merupakan usaha yang paling banyak menjanjikan keuntungan,
2.       usaha yang tidak mungkin dihindari oleh siapapun, sehingga akan tetap eksis dan dibutuhkan oaring
3.       usaha yang sangat ideal dalam beberapa aspek, diantaranya seseorang lebih leluasa untuk mengatur dan memilih jenis barang yang dibisniskan, tempat serta metode yang diinginkan,
4.       peluang besar untuk mencari nafkah yang halal serta kebahagiaan dunia dan akhirat jika dilakukan secara benar sesuai norma dan hukum-hukum agama, dan lain sebagainya.
 H,  TRANSAKSI DALAM ISLAM

1.       Muamalah
Muamalah adalah bagian dari hukum Islam yang berkaitan dengan hak dan harta yang muncul dari transaksi antara seseorang dengan orang lain, atau antara seseorang dengan badan hukum atau antara badan hukum yang satu dengan badan hukum yang lainnya.
Ø  Asas-asas Transaksi  dalam Islam
Transaksi ekonomi adalah perjanjian atau akad dalam bidang ekonomi. Dalam setiap transaksi ada beberapa prinsip dasar (asas-asas) yang diterapkan syara’, yaitu:Setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang (pihak) yang melakukan transaksi, kecuali apabila transaksi itu menyimpang dari hukum syara’., Pihak-pihak yang bertransaksi harus memenuhi kewajiban yang telah disepakati dan tidak boleh saling mengkhianati.Islam mewajibkan agar setiap transaksi, dilandasi dengan niat yang baik dan ikhlas karena Allah SWT, sehingga terhindar dari segala bentuk penipuan, kecurangan, dan penyelewengan.
2.       Khiyar
Khiyar ialah hak memilih bagi penjual dan pembeli untuk meneruskan jual-belinya atau membatalkan karena adanya suatu hal. Hukum Islam membolehkan hak khiyar agar tidak terjadi penyesalan bagi penjual maupun pembeli.Adapun khiyar itu bermacam-macam, yaitu :
1)      Khiyar majelis ialah khiyar yang berlangsung selama penjual dan pembeli masih berada di tempat jual beli.
2)      Khiyar syarat ialah khiyar yang dijadikan sebagai syarat pada waktu akad jual beli. Khiyar syarat dibolehkan dengan ketentuan tidak boleh lebih dari tiga hari tiga malam semenjak akad.
3)      Khiyar ‘aib (khiyar cacat) maksudnya pembeli mempunyai hak pilih, untuk mengurungkan akad jual belinya karena terdapat cacat pada barang yang dibelinya.

3.       Simpan Pinjam
Rukun dan syarat pinjam meminjam menurut hukum Islam adalah sebagai berikut :
1)      Yang berpiutang dan yang berutang, syaratnya sudah balig dan berakal sehat. Yang berpiutang, tidak boleh meminta pembayaran melebihi pokok piutang. Sedangkan peminjam tidak boleh melebihi atau menunda-nunda pembayaran utangnya.
2)      Barang (uang) yang diutangkan atau dipinjamkan adalah milik sah dari yang meminjamkan. Pengembalian utang atau pinjaman tidak boleh kurang nilainya, bahkan sunah bagi yang berutang mengembalikan lebih dari pokok hutangnya.

4.      . Ijarah
a)      Pengertian ijarah
Ijarah berasal dari bahasa Arab yang artinya upah , sewa, jasa, atau imbalan. Definisi ijarah menurut ulama mazhab Syafi’I adalah transaksi tertentu terhadap suatu manfaat yang dituju, bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
b)         Dasar hukum ijarah berasl dari Al-Qur’an dan Hadist. Al-Qur’an yang dijadikan dasar hukum ijarah adalah Q.S Az-Zukhruf, 43:32, Q.S At-Talaq, 65:6, Q.S Al-Qasas, 28:26.
c)      Macam-macam Ijarah
1.          Ijarah yang bersifat manfaat, seperti sewa-menyewa. Apabila manfaat itu termasuk manfaat yang dibolehkan syarat untuk dipergunakan, maka ulama fikih sepakat boleh dijadikan objek sewa-menyewa.
2.      Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan.

d)      Rukun dan Syarat Ijarah
Syarat-syarat akad (transaksi) Ijarah adalah sebagai berikut :
1.       Kedua orang yang bertransaksi sudah balig dan  berakal sehat.
2.       Kedua pihak bertransaksi dengan kerelaan, artinya tidak terpaksa atau dipaksa.
3.       Barang yang akan disewakan diketahui kondisi dan manfaatnya oleh penyewa.
4.      Objek ijarah bisa diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat.
5.      Objek ijarah merupakan sesuatu yang dihalalkan syara’.
6.      Hal yang disewakan tidak termkasuk suatu kewajiban bagi penyewa.
7.      Objek ijarah adalah sesuatu yang bisa disewakan.
8.       Upah/ sewa dalam transaksi ijarah harus jelas, tertentu, dan sesuatu yang bernilai harta.
Karena ijarah bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang tersebut tidak bisa dimanfaatkan, maka hal-hal yang dapat menyebabkan berakhirnya akad ijarah adalah sebagai berikut :
1.       Objek ijarah hilang atau musnah.
2.        Habisnya tanggang waktu yang disepakati dalam akad/ taransaksi ijarah.
.

5.      Mudarabah
 Menurut istilah, mudarabah atau qirad adalah pemberian modal dari pemilik modal kepada seseorang yang akan memperdagangkan modal dengan ketentuan bahwa untung-rugi ditanggung bersama sesuai dengan perjanjian antara keduanya pada waktu akad. Hukum melakukan mudarabah itu dibolehkan (mubah), bahkan dianjurakan oleh syara’ karena di dalamnya terdapat unsure tolong-menolong dalam  kebaikan.
a.       Rukun dalam mudarabah atau qirad adalah :
1.      Muqrid (pemilik modal) dan muqtarid (yang menjalankan modal), hendaknya sudah balig, berakal sehat dan jujur.
2.        Uang atau barang yang dijadikan modal harus diketahui jumlahnya.
3.      Jenis usaha dan  tempatnya hendaknya disepakati bersama.
4.        Besarnya keuntungan bagi masing-masing pihak, hendaknya sesuai dengan kesepakatan pada waktu akad.
5.        Muqtarid  hendaknya bersikap jujur (amanah).
6.       Muzara’ah, Mukhabarah, dan Musaqah
a.       Muzara’ah dan Mukhabarah
Muzara’ah ialah paruhan hasil sawah atau ladang antara pemilik dan penggarap, sedangkan benihnya berasal dari pemilik. Jika benihnya berasal dari penggarap disebut mukhabarah.Muzara’ah dan mukharabah diperbolehkan dalam Islam dan sesuai dangan ketentuan syara’ dalam pelaksaannya tidak ada unsur kecurangan dan pemaksaan. Ketentuan yang harus dipenuhi dalam Muzara’ah dan mukharabah yaitu :
1.            Pemilik dan pengarap harus balig, berakal sehat, dan amanah.
2.            Ladang yang digarap betul-betul milik orang yang menyerahkan ladangnya untuk digarap.
3.              Hendaknya ditentukan lamanya masa pengarapan.
4.            Pembagian hasil ditentukan berdasarkan musyawarah antara dua belah pihak.
5.            Kedua belah pihak hendaknya menaati ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati bersama.
b.        Musaqah
            Musaqah adalah paruhan hasil kebun antara pemilik dan penggarap yang besar bagian masing-masingnya sesuai dengan perjanjian pada saat akad.
7.       Sistem Perbankan yang Islami
Sistem perbankan yang Islami maksudnya adalah system perbankan yang berdasar dan sesuai dangan ajaran Islam yang dapat dirujuk pada Al-Qur’an dan Hadist. Sistem perbankan yang Islami dikelola oleh Bank Syariah, yaitu lembaga yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa lain dalam lalu lintas pembayaran, serta peredaran uanng yang pengoperasiannya disesuaikan dengan syariat Islam.
8.      Sistem Asuransi yang Islami
Menurut bahasa, kata asuransi (Arab : At-Ta’min) berarti pertanggungan. Sedangkan menurut istilah asuransi adalah akad antara penanggung dan yang mempertanggungkan sesuatu.Ulama fikih sepakat bahwa asuransi dibolehkan dangan catatan cara kerjanya sesuai dengan ajaran Islam, yaitu ditegakkannya prinsip keadilan, dihilangkannya unsur maisir (untung-untungan), perampasan hak dan kezaliman serta bersih dari riba.









BAB III PENUTUP

A.       Kesimpulan

Jual beli adalah transaksi tukar menukar yang berkonsekuensi beralihnya hak
kepemilikan, dan hal itu dapat terlaksana dengan akad baik berupa ucapan maupun perbuatan. Tentang di syariatkannya jual beli tercantum dalam al-quran ,sunnah, ijmadan qiyas.
Adapun rukun dan syarat jual beli itu adalah penjual dan pembeli,uang dan benda yang di beli,dan ijab Kabul.
B.     SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang telah penulis kemukakan diatas.selanjutnya prnulis mengajukan saran-saran.adapun saran-saran yang dapat penulis kemukakan adalah Dalam melakukan setiap kegiatan ekonomi hendaknya kita menerapkan syariat-syariat islam agar kegiatan ekonomi atau transaksi yang kita lakukan sesuai dengan ajaran islam dan agar kegiatan tersebut mendapat ridho dari Allah SWT.













DAFTAR PUSTAKA

Syamsuri, 2007, Pendidikan Agama Islam untuk SMA, Jakarta : Erlangga.
Aminuddin, 2007, Pendidikan Agama Islam SMA2, Jakarta : Bumi Aksara
https://muslim.or.id/222-jual-beli-dan-syarat-syaratnya.html






Tidak ada komentar:

Posting Komentar